KOTA BATU – Jika berkunjung ke Jawa Timur Park (JTP) 1, Anda bisa melihat spot miniatur angkringan khas Jogjakarta. Tak hanya sekadar kaki lima, ternyata angkringan memiliki nilai sejarah dan keunikan budaya menarik bagi pengunjung.
Angkringan adalah semacam warung makan berupa gerobak kayu dengan ditutupi kain terpal plastik berwarna biru atau oranye. Dengan kapasitas sekitar 4-10 orang pembeli, angkringan biasa buka mulai sore hari sampai dini hari.
Ciri khas angkringan adalah pencahayaannya yang remang-remang karena hanya mengandalkan senthir dan dibantu terangnya lampu jalanan. Munculnya angkringan di Jogja kabarnya merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan.
Awal mula model restoran angkringan di Jogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an.
Mbah Pairo kemudian menjadi pencetus angkringan di Jogjakarta. Seiring bertambahnya waktu, bisnis sederhana ini mulai menjamur di tiap sudut Kota Jogja.
Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.
Di angkringan, selalu ada menu makanan wajib yaitu Nasi (sego) kucing yang biasanya dibungkus dengan daun pisang.
Isi lauk nasi kucing biasanya sambal tempe atau teri, atau telur dadar. Ada juga isi sate usus dan sate telur puyuh. Selain itu, minumannya biasa diisi oleh wedang jahe atau kopi jos.
Di JTP 1, tepatnya sebelum zona rumah Honai, Anda bisa menemukan jejeran miniatur angkringan ini di pojok ruangan. Di sana, Anda bisa melihat tiruannya begitu bersih dan mirip seperti aslinya. Keren banget!
Discussion about this post